Damai yang Dangkal
2Raj 20:19 (Yes 39:8)
Raja Hizkia dengan bangga memamerkan seluruh harta kekayaannya kepada utusan raja Babel. Setelah utusan itu pergi, Yesaya datang kepadanya dan menyampaikan nubuat dari Tuhan bahwa segala kekayaan yang dipamerkan itu nantinya akan diangkut ke Babel.
Raja Hizkia dengan bangga memamerkan seluruh harta kekayaannya kepada utusan raja Babel. Setelah utusan itu pergi, Yesaya datang kepadanya dan menyampaikan nubuat dari Tuhan bahwa segala kekayaan yang dipamerkan itu nantinya akan diangkut ke Babel.
Hizkia menjawab kepada Yesaya, "Sungguh baik firman Tuhan yang engkau ucapkan itu!" Tetapi pikirnya, "Asal ada damai dan keamanan seumur hidupku!"
Secara lahiriah Hizkia nampaknya mendengarkan suara Tuhan yang disampaikan melalui mulut Yesaya, namun hatinya berkata lain. Kepada Yesaya, nabi yang dihormati pada waktu itu, Hizkia seolah-olah menganggap serius peringatan tentang kehancuran negaranya. Itulah yang ditampakkan, karena sebagai raja ia memang harus bertanggung jawab. Namun, ia sebenarnya tidak peduli atas nasib bangsanya. Hatinya berkata, yang penting ada damai dan keamanan selama dia hidup, terserah nantinya.
Hizkia adalah contoh orang yang terlalu dangkal mengartikan kata damai. Dia mungkin berpikir bahwa damai melulu soal lahiriah seperti memiliki harta yang cukup dan tidak adanya musuh yang mengancam. Apakah hatinya betul-betul damai kalau mengingat rakyatnya dan negaranya terancam?
Pemahaman damai yang sempit seperti ini tidak hanya muncul pada bangsa Israel kuno. Kita yang hidup di jaman inipun sering terjebak dalam pemahaman seperti itu. Sialnya, kita tidak dapat menempatkan pemahaman hanya menjadi urusan kepala. Pemahaman mempengaruhi sikap hidup dan mengarahkan perasaan. Lihat saja, bukankah kita sering mempertaruhkan banyak tenaga dan waktu untuk hal-hal yang tidak mendatangkan damai?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar